Siang hari itu mungkin tidak pernah terpikir di benak para suporter Ukraina, yang sedang merayakan kegembiraan perhelatan akbar sepakbola EURO 2012. Tiga perempuan muda sudah bersiap melakukan aksi nekat. Tidak ada yang menyadari lantaran mereka mengenakan kostum kesebelasan Ukraina.
Diam-diam mereka menyusup ke tengah-tengah barisan para suporter, yang tidak menyadari lantaran kebanyakan sedang mabuk berat, di sebuah taman. Suasana saat itu sangat ramai. Perlahan tapi pasti, ketiga perempuan itu mendekat.
Tiba-tiba, ketiga perempuan itu naik ke atas meja yang masih dipenuhi para suporter Ukraina, dengan segelas bir di tangan kanan. Mereka langsung membuka baju, tanpa ada benang sehelai pun menutupi dada mereka. Mereka pun teriak-teriak menyuarakan aspirasi.
Para suporter itu langsung terhenyak. Mereka kaget bukan main. Di dada para pengunjuk rasa itu tertulis kata 'Stop Prostitusi'. Melihat aksi itu, sebagian suporter memilih menghindar. Lainnya malah nampak asyik memelototi para perempuan yang nekat bertelanjang dada itu. Tidak lama kemudian, polisi datang dan menangkap ketiga perempuan itu.
Padahal, sehari sebelumnya, tiga perempuan lain juga melakukan aksi serupa. Mereka nekat melepas baju dan berteriak-teriak menentang prostitusi di Ukraina. Mereka melakukan hal itu di tengah-tengah pameran piala EURO 2012. Malah salah satu di antaranya hendak membanting trofi itu. Beruntung, aksinya digagalkan polisi setempat. Celakanya, saat pameran banyak anak-anak yang melihat kejadian itu. Tentu ulah mereka langsung diabadikan oleh para jurnalis.
Para perempuan itu kemudian mengaku sebagai aktivis kelompok pengunjuk rasa feminis FEMEN. Sejak didirikan lima tahun lalu di Ibu kota Kiev, Ukraina, oleh aktivis perempuan Anna Hutsol, aksi setengah bugil mereka memang membetot perhatian masyarakat, terutama media massa.
Menurut Anna, tujuan didirikannya FEMEN adalah buat membangun kepemimpinan, pemikiran, dan meningkatkan kualitas moral perempuan Ukraina. Mereka juga ingin menjadi salah satu motor pergerakan perempuan ekstrim di Eropa, dan bercita-cita melakukan Revolusi Perempuan pada 2017. Sekilas memang alasan yang ditawarkan terlihat manis dan heroik. Tetapi, aksi mereka kerap bertelanjang dada buat menyuarakan aspirasi, dan meningkatkan moral, malah seakan bertentangan dengan cita-cita itu.
Atas nama kebebasan berekspresi dan perjuangan kesetaraan gender, mereka pun kerap menyasar simbol-simbol religi. Bahkan dalam aksi terbaru, beberapa aktivis FEMEN nekat buka baju di Vatikan.
FEMEN pun mengklaim banyak pihak simpati dengan perjuangan mereka. Menurut mereka, hal itu dibuktikan dengan banyaknya perempuan yang mau bergabung. Mereka menyatakan sepihak sudah merekrut ratusan anggota, serta ribuan simpatisan, lewat jejaring sosial Vkontakte. Untuk itu, mereka kini mengembangkan sayap pergerakan, dengan membangun beberapa markas di negara lain. Yakni Italia, Prancis, Israel, dan lainnya.
Soal dana, FEMEN tidak pernah mengakui dari mana mereka mendapatkan biaya operasional. Mereka menyatakan duit kas diambil dari sumbangan masing-masing anggota. Tetapi, beberapa pihak curiga mereka disokong oleh pihak-pihak yang menjalankan operasi klandestin.
Motif perjuangan FEMEN dengan sengaja bertelanjang dada dalam setiap aksinya banyak dicibir. Mereka dituding cuma memanfaatkan momen dan menumpang tenar. Beberapa akademisi bahkan mengatakan aksi mereka tidak mempengaruhi apapun. Mereka dianggap berbuat demi kesenangan, tanpa menghiraukan arti perbaikan sesungguhnya. Bahkan, menurut mereka, kegiatan itu adalah perwujudan rasa frustasi. Pendapat itu nampaknya klop jika menilik alasan mendasar FEMEN melakukan aksi setengah bugil itu.
Buat para aktivis FEMEN di Ukraina, cara protes dengan bertelanjang dada adalah satu-satunya cara aspirasi mereka didengar penguasa. Bagi mereka, penguasa tidak bakal melirik tujuan mereka, kalau cuma berunjuk rasa dengan cara membentangkan spanduk protes, mengibarkan bendera, dan berjalan berbondong-bondong di jalanan.
Namun, sebagian aktivis FEMEN mengakui, keterlibatan mereka dalam kelompok itu justru menjauhkan mereka dari keluarga. Mereka pun merasa terasing di tengah keluarga. Hal itu adalah harga yang harus mereka bayar dari keikutsertaan dan aksi mereka di dalam FEMEN.
Beberapa aksi mereka pun mulai dipermasalahkan. Beberapa bahkan diajukan ke ke meja hijau, atas tuduhan membuat resah masyarakat dan menghina simbol negara. Tetapi, FEMEN berjanji rintangan itu tidak bakal menghalangi mereka. Dan nampaknya mereka bakal terus protes dengan memanfaatkan daya tarik seksual perempuan. Entah apa jadinya jika pengaruh FEMEN sampai ke Indonesia.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/demonstran-cantik-rela-setengah-bugil-demi-aspirasi.html